Translate

Rabu, 24 April 2013

Konsep Mutu Pendidikan


Secara umum ‘mutu’ dapat didefinisikan sebagai “karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh customer dan diperoleh melalui pengukuran proses serta perbaikan yang berkelanjutan” (Soewarso, 1996: 7).  Pendapat ini lebih menekankan kepada pelanggan yaitu, apabila suatu pelanggan mengatakan sesuatu itu bermutu baik, maka barang/jasa tersebut dapat dianggap bermutu.
Sebenarnya mutu dapat diartikan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangan orang yang mengartikannya.  Pfeffer & Coote (1991: 12) berpendapat bahwa “kualitas merupakan konsep yang rumit”, karena kualitas memiliki implikasi berbeda jika berkaitan dengan kualitas pendidikan.  Kualitas merupakan ide yang dinamis dan harus didefinisikan dengan tepat, agar dapat memberikan kejelasan pemahaman.  Meskipun demikian tidak akan menyebabkan kerancuan berpikir, karena yang terpenting kualitas akan terlihat dalam praktek dan disimpulkan dalam diskusi.
Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para ahli.  Goetsch D.L dan Davis D.L (1997:3) mendefinisikan mutu sebagai keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan.  Istilah “keadaan dinamik” di sini mengacu pada kenyataan bahwa apa yang dianggap bermutu dapat dan sering berubah sejalan dengan berlakunya waktu dan pergantian keadaan lingkungan.  Unsur “produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan” menunjukkan bahwa mutu tidak hanya berlaku untuk produk dan jasa yang disediakan, melainkan juga orang dan proses yang menyediakan produk dan jasa itu serta lingkungan di mana produk dan jasa tersebut disediakan.  Karena sifatnya yang dinamis Dawood (2007:125) menjelaskan “Quality is elusive concept difficult to define; neither consultants nor business professionals agree on a universal definition. Part of the difficulty appears in expressing the philosophy and vision of quality in meaningful words and concepts.
Dua perspektif dalam mendefinisikan mutu menurut Russel (dalam Purnama, 2006:14-15).  Perspektif pertama adalah Producer’s perspective.  Menurut perspektif ini kualitas produk dikaitkan dengan standar produksi dan biaya; artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya.  Perspektif kedua, Consumer’s perspective, menyatakan kualitas produk dikaitkan dengan desain dan harga. Artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan.  Menurut kedua perspektif tersebut, kualitas produk dapat tercipta jika terjadi kesesuaian antara perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut dengan kesesuaian untuk digunakan (fitness for consumer use).
Mutu dikatakan memiliki sifat multidimensi.  Produk dan kualitas layanan memiliki sejumlah dimensi yang menentukan bagaimana persyaratan pelanggan tercapai.  Elyse (2006:1) mengungkapkan bahwa kualitas produk atau barang memiliki dua dimensi, yaitu:
  1. Physical dimension;  A product’s physical dimension measures the tangible product itself and includes such things as length, weight, and temperature.
  2. Performance dimension;  A product’s performance dimension measures how well a product works and includes such things as speed and capacity.

Mutu merupakan produk yang sempurna, bernilai dan meningkatkan kewibawaan.  Mutu dalam konteks pendidikan sangat penting, karena berkaitan dengan lembaga yang terdiri dari komponen peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan proses penyelenggaraan pendidikan.
Definisi lain untuk memahami mutu yaitu “….mutu adalah jasa pelayanan atau produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan” (Margono, 2002: 5).  Konsep ini masih menekankan kepada pelanggan, yaitu dapat diartikan produk tersebut bermutu baik.  Sedangkan menurut Deming (1986), “the difficulty in defining quality is to translate quality is to translate future needs of the user into measureable characteristics, so that a product can be designed and turned out to give satisfaction at a price that the user will pay”. Definisi ini menekankan pada konteks, persepsi costumer dan kebutuhan serta kemampuan pelanggan.  Artinya untuk mendefinisikan mutu, terlebih dahulu perlu dipahami karakteristik tentang mutu itu sendiri.  Deming sebenarnya menekankan bagaimana suatu produk atau jasa itu dipersepsikan oleh pelanggan, dan kapan persepsi pelanggan itu berubah, dengan demikian semakin pelanggan merasa puas, maka selama itu pula produk/jasa dianggap bermutu.
Definisi mutu menurut Field (1993) adalah “sebagai ukuran dari produk atau kinerja pelayanan terhadap satu spesifikasi pada satu titik tertentu”.  Pendapat ini lebih menekankan pada “ukuran”.  Ukuran di sini, tentunya bergantung pada jenis barang atau jasa yang dihasilkan sebagai hasil kinerja manusia, baik yang berupa benda maupun non-benda, yaitu berupa jasa layanan, seperti halnya dalam bidang pendidikan, yang merupakan salah satu bentuk industri jasa atau pelayanan, yaitu pelayanan akademik.
Sesuai dengan definisi di atas dapat dikatakan bahwa mutu adalah suatu karakter atau batasan tertinggi dari suatu produk atau jasa layanan yang dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan.  Oleh sebab itu, sudah selayaknya, jasa pelayanan pendidikan harus dapat menghasilkan mutu yang baik, karena dengan mutu yang baik, pendidikan akan mampu merebut pangsa kerja yang semakin sempit dan menantang untuk selalu direbut sekecil apapun peluang tersebut.  untuk itu berikut penulis uraian konsep pendidikan yang bermutu.
Dalam kaitannya dengan konsep pendidikan yang bermutu, Sallis (1993:280) menganalogikan bahwa pendidikan adalah jasa yang berupa proses kebudayaan. Pengertian ini berimplikasi pada adanya masukan (input) dan keluaran (output).  Masukan dapat berupa peserta didik, sarana prasarana seta fasilitas belajar lainnya termasuk lingkungan, sedangkan keluarannya adalah lulusan atau alumni, yang kemudian menjadi ukuran mutu, mengingat produk pendidikan merupakan jasa pelayanan, maka mutu jasa pelayanan pendidikan sangat tergantung sikap pemberi layanan di lapangan serta harapan pemakai jasa pendidikan.  Hal ini berarti jasa pelayanan pendidikan tidak berwujud benda (intangible) secara langsung, namun secara kualitatif mutu jasa/pelayanan pendidikan dapat dilihat dari soft indicator seperti kepedulian dan perhatian pada keinginan /harapan dan kepuasan pelanggan jasa pendidikan.
Hoy et al, (2000) menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil penilaian terhadap proses pendidikan dengan harapan yang tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan pendidikan melalui proses pendidikan.  Demikian mutu pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam proses pendidikan.  Oleh karena itu perbaikan proses pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencapai keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Selain pengertian mutu pendidikan yang diuraikan di atas, mutu pendidikan dapat juga diartikan sebagai seseorang yang telah mencapai tujuan kurikulum (objective of curriculum) yang dirancang untuk pengelolaan pembelajaran siswa (Suryadi, 1993:159).  Konsep ini lebih menekankan kepada pengawasan dalam pencapaian tujuan kurikulum pembelajaran, sehingga  indikator umumnya adalah semakin tujuan kurikulum tercapai, maka dapat dikategorikan suatu pendidikan yang bermutu.  Ditegaskan lebih jauh bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.  Analisis konsep ini lebih menekankan kepada kinerja lembaga, yaitu kecenderungan semakin efektif dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan dan semakin baik hasil yang dicapai, maka dapat dikatakan pendidikan tersebut memiliki mutu yang baik.
Agar mutu pendidikan yang baik dapat tercapai, maka mutu tersebut harus didukung oleh sekolah yang bermutu.  Sekolah yang bermutu adalah “sekolah yang secara keseluruhan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan (masyarakat)” (Margono, 2002).  Pendapat ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah, yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga hasilnya pun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih peluang dalam berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya.  Adapun yang dimaksud dengan sekolah efektif atau sekolah unggul (excellent school) adalah sekolah dalam lapangan manajemen sekolah, dengan karakteristik menurut Sallis (1979) yakni: (1) guru memiliki kepemimpinan yang kuat dan kepala sekolah memberikan perhatian tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (2) guru memiliki kondisi pengharapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi murid, (3 ) atmosfer sekolah tidak kaku, sejuk tanpa tekanan, kondusif dalam seluruh proses pengajaran, berlangsung dalam suatu keadaan/iklim yang nyaman, (4) sekolah memiliki pengertian yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan efektif sekolah dengan energi dan sumber daya untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksimal, (5)  sekolah efektif dalam menjamin kemajuan murid yang dimonitor secara periodik.
Untuk meningkatkan mutu sekolah diperlukan dukungan kepemimpinan kepala sekolah dan manajemen sekolah yang efektif untuk mendukung kegiatan utama sekolah, yaitu proses belajar mengajar di kelas.  Kepala sekolah yang efektif ialah kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinan secara efektif.  Oleh karena itu efektivitas kepemimpinan kepala sekolah adalah mereka yang membuka diri untuk adanya pengaruh guru dan pegawai terhadap persoalan penting sehingga produktivitas dan mutu kinerja sekolah akan bertambah baik jika semua unsur personil bekerja di bawah payung seorang pemimpin yang memenuhi harapan mereka.  Sebaiknya, kepemimpinan kepala sekolah yang tidak efektif adalah kepemimpinan yang cenderung negatif, penuh kepalsuan dan kepura-puraan di kalangan guru dan pegawai, yang cenderung lain kata lain tindakan, tidak saling percaya dang mengelak dari tanggung jawab, serta tidak melibatkan guru, bawahan dalam pengambilan keputusan.  Dengan demikian kinerja guru dan pegawai merupakan dampak dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah.
Guru yang efektif adalah guru yang berkinerja tinggi, terutama kinerja mengajarnya, yang bisa menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar dengan baik dan hasil, dan terampil dalam mengajar dengan berbagai metode, tampil dalam memberikan penguatan dan terampil pula dalam mengakhiri pelajaran, serta guru menjadi teladan atau model dalam pandangan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan.

Tidak ada komentar: